Kamis, 26 Juli 2018

Mungkin Inilah Penjara yang Menginspirasi Narapidana 'Jetset' Kita

Mungkin Inilah Penjara yang Menginspirasi Narapidana 'Jetset' Kita

"Sini, minta 'tripot'-nya Papa. Markus seperti sipir dan Papa tahanannya.Hehehehe...."Markus, anak keduaku memang menurun selera humor dari Papanya dan kami pun difoto begitu.
Itu adalah Freemantle Prison, sebuah penjara untuk para penjahat di Australia bagian Barat, lengkap dengan kamar berjerujinya dan tempat hukuman mati bertiang gantungannya.
Penjara yang dibuat tahun 1850-an itu terkenal kejam dan angker, ditutup tahun 1991 karena tahun 1988 ada kerusuhan besar dan kebakaran yang membuat banyak kerugian berjuta dollar.
Setelah ditutup penjara tersebut dialihfungsikan sebagai hotel 'back packer' dan melayani 'tour' penjara baik pagi, siang atau malam hari (bagi wisatawan yang suka uji nyali) dan karena keunikannya sejak tahun 2010 menjadi tempat warisan dunia ('World heritage) satu-satunya di Australia Barat.
Mungkin, kalau ada koruptor atau bandar narkoba 'tajir' yang pernah wisata ke penjara ini, maka mereka pun mungkin sudah merencanakan kalau nanti sial tertangkap, akan mengatur penjaranya seperti hotel 'Freemantle Prison', dimana fasilitasnya selengkap hotel 'standard', penghuninya bisa jalan-jalan ke luar negeri dan praktis hanya bentuknya saja yang seram, berjeruji dan tembok tebal.
Berminat?

Rabu, 25 Juli 2018

Memahami "Point of View" Opini Penulis di "3D Trick Museum Penang"

Memahami "Point of View" Opini Penulis di "3D Trick Museum Penang"
Efek lukisan 3 dimensi (dok. pri)

"Lukas jadi lebih besar dari Matius, papa..." kata anak bungsuku kegirangan melihat hasil potretan dari sudut yang sudah ditentukan ke arah mereka berdua, si kecil berdiri di sisi kiri kamera dengan posisi agak menjorok ke depan dan Abangnya berdiri di sisi kanan kamera dengan posisi menjorok ke belakang dindingnya. namun lukisan di tengah dan gambar lantai yang hitam putih diatur sedemikian rupa supaya terlihat sama besar dari sudut yang ditangkap kamera dari kanan ke kiri.
Alhasil Lukas Siahaan yang usianya 7 tahun 1 bulan dengan berat 32 kilogram dan tinggi 142 cm terlihat lebih besar dari Matius Siahaan 13 tahun 7 bulan yang tingginya 176 cm dan beratnya 86 kilogram. Semua semata-mata karena efek lukisan 3 dimensi yang diatur presisi dari sudut pengambilan kamera tertentu dan pengaturan dinding yang disesuaikan.
Bagi yang pernah melihat Lukas dan Matius dengan perbandingan ukurannya yang sebenarnya pasti bengong melihat gambar ini dan bagi yang tidak kenal dan tidak peduli,itu tidak berarti apa-apa, hanya gambar dua anak-anak di dua sudut yang berbeda.
rumah terbolak-balik (dok.pri)
rumah terbolak-balik (dok.pri)
Foto diatas ini berbeda lagi, sebenarnya lantai yang asli adalah dinding yang sebelah kanan, tetapi perabotan rumahnya dibuat menyamping 90 derajad semua, sehingga jika salah satu orang duduk di kursi, maka yang lain akan seperti tidak kena gravitasi alias melayang, kalau si pemotret mengambil sudut yang 90 derajad mengikuti arah prabotan rumah.
Banyak lagi gambar unik yang memiliki efek foto tiga dimensi di "3 D Trick Museum Penang", yang membuat kesan seolah-olah seseorang berada benar-benar nyata di sebuah kondisi yang unik mengingatkan kita pada tata cara pembentukan opini dari sebuah foto, kisah, kejadian atau data-data tertentu yang dipandang dari sudut yang spesial menurut si penulisnya.
Nalar dan logika kita sempat teraduk-aduk pada sebuah "potretan" yang diulas si penulis untuk mendapatkan kesan heboh atau istimewa bahkan boleh jadi menakutkan, padahal sebenarnya sesuatu yang biasa bagi orang yang tidak berminat topik itu.
dok.pri
dok.pri
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membandingkan opini "cetar" dan gambar 3 dimensi di museum ini adalah:
1. Niatnya, potret yang diambil niatnya adalah buat kehebohan dan keunikan. Kalau hanya bikin pas foto untuk melamar pekerjaan tidak usah repot-repot berfoto beginian, capek.
2. Persiapan atau "settingan", gambar-gambar di museum ini dipersiapkan rinci untuk membuat efek dramatis, maka membuat opinipun harus diatur dan dipilih "moment-moment" yang dipersiapkan tepat dan sesuai keinginan si penulis opini.
3. Sudut pengambilan foto yang tepat, sesuai dengan sudut pandang penulis opini. Saya pastikan kalau sudutnya salah, maka efek dramatisir gambar yang dihasilkan dapat "garing", namun kalau sudutnya sesuai, maka akan memberikan efek yang sangat istimewa. penulis opinipun harus mengolah data dan peristiwa yang ingin dia bahas dengan sudut pandang yang terkondisikan, misalnya dari sudut seorang rakyat, dari seorang "korban" sebuah kebijakan atau sudut pandang seorang ahli atau orang yang sudah berpengalaman.
Demikianlah laporan foto hasil jalan-jalan saya di Penang bersama keluarga yang dihubung-hubungkan dengan sudut pandang para penulis opini. Boleh setuju dan boleh tidak, karena ini sudut pandang opini saya dan juga foto-foto saya, kebetulan ada ide "cocokologi" keduanya, kalau kurang berkenan, mohon maaf lahir dan bathin.
(dok.pri)
(dok.pri)
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Dari Gagal Naik ke Penang Hill Sampai Repotnya Makan di Penang International Food Festival

Dari Gagal Naik ke Penang Hill Sampai Repotnya Makan di Penang International Food Festival


"Kemana kita hari ini?"Tanya saya pada nyonya yang punya semangat jalan-jalan paling heboh diantara kami berlima.
"Pantai!!!!" Teriak anak-anak yang kalau liburan ke manapun harus ketemu pantai atau minimal kolam renang, padahal mamanya menyewa hotel "budget" Tune yang tidak ada kolamnya.
"Nanti, kita ke bukit "Penang Hill" dahulu, lihat seluruh Penang dari atas, naik kereta, baru sesudah itu ke pantai Ferrihgii.."Kata mamanya.
Mendengar ada kata kereta, anak-anak sih senang-senang saja.
Dekat hotel ada stasiun bus Rapid Penang dan kami pun ke bukit itu dengan bus nomor 204, ongkosnya 1,4 RM untuk anak dan 1,7 RM untuk dewasa. Karena libur dan arus lalu lintas agak macet, maka kami baru tiba di depan gerbang Penang Hill pukul 13.40 dan ketika mau beli karcisnya ternyata tutup dan baru huka lagi pukul 15.30 waktunya Penang, alasannya karena keretanya "undermaintenance" demi keselamatan.
"Langsung ke pantai saja, Mama. Ngapain menunggu disini?" Kata Matius yang paling bongsor.
"Ya, sudah, foto dulu saja. Bukti sudah mampir..."Kataku dan jadilah satu foto, jejak digital sudah pernah ke bukit ini walau tidak jadi masuk. Nah, lain kali memang kalau mau ke sebuah tempat wisata, baca dulu jam-jam mulai dan ada atau tidak waktu istirahatnya, kalau tidak mau kecele.
(dok.pri)
(dok.pri)
Tidak mau ketinggalan kereta, nyonya menyewa Grab, tetapi harus yang 6 tempat duduk, karena kami berlima dan memang lebih mahal, tetapi lebih cepat, dalam 30 menit kami sudah di pantai "Moonlight Bay" Penang yang relatif sepi, kalau pantai publik lain cenderung ramai dan untuk foto-foto seperti berebutan.
Pantainya tidak terlalu panjang, sekitar setengah kilometer dan mirip pantai di bangka atau belitung yang ada batu-batu besarnya, anak-anak sempat berjemur dua jam-an di pantai sampai ada gerimis membuat kami menyuruh mereka selesai main pasir disana.

Kecapean jalan, kita bobok siang dulu beberapa jam dan kemudian berlanjut mencari makan malam di "Penang International Food Festival" yang diadakan 3 minggu, dari 14 April sampai 29 April 2018 di sebuah jalan Lebuh Pantai yang panjangnya kurang lebih setengah kilometer.
(dok.pri.)
(dok.pri.)
Disebut international sih sebenarnya karena makanannya memang sudah mewakili banyak suku bangsa di Penang, ada kuliner Melayu, Eropa, Tiongkok, Jepang, India, Arab yang memang pembuatnya orang-orang Penang juga. Saya bandingkan mirip seperti wisata kuliner di "Lorong Basah" di Palembang yang diadakan tiap akhir minggu, tetapi bedanya ini lebih besar, ada ratusan pedagang dan ada ribuan pengunjung dan makannya pun repot, harus menunggu meja kosong dahulu, cuci tangannya tidak tahu dimana dan yang pasti berdesakan buat jalan dan buat "selfie".
Agak istimewa, ada pemutaran film juga di acara ini dan kebetulan ada sepasang muda-mudi menjadikannya bagian acara foto-foto "prewedding" romantis mereka dan ada juga pementasan musik-musik perkusi di ujung jalan yang dibuatkan panggung.


Memang ada saran dari bu Sisca Dewi untuk naik mobil "Hop on-Hop Off" untuk hemat jalan-jalan di Penang, tetapi itu ternyata biayanya 55 RM untuk 3 hari perorang, sementara kami berlima dan hanya efektif dua hari, padahal istri saya bilang,  hitung-hitungan dia, lebih hemat naik bus umum, sesekali Grab dan sesekali naik bus gratis "CAT" yang juga berkeliling Penang percuma, tetapi yaitu tadi nunggunya lama dan harus mau berdesak-desakan. Ya, saya sih menurut saja, yang "hobby" jalan , kan, dia....Tetapi terima kasih usulannya bu Sisca...
Oke itu dulu ya sampai sisa semalam, hari ini mau ke sekitaran gereja tua di Penang, sekalian wisata,sekalian ibadah. Kalau ada waktu saya laporkan lagi. Intinya, jangan takut tersesat di Penang kalau ada "sim card" sana, pasti ada yang jemput dan antar.
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Jujurnya Penjual Sarapan Nasi Lemak di Penang

Jujurnya Penjual Sarapan Nasi Lemak di Penang

"Nah, "HP" Mama ketinggalan..."Kata istriku pucat, saat mau foto-foto di sekitaran KOMTAR (Komplex Tun Abdul Razak), menara yang menjadi ikon kota Penang yang ada di pulau Penang, Malaysia.
"Mungkin ketinggalan di tempat sarapan, Ma."Kata Markus anak keduaku dan kami pun balik ke tempat sarapan tadi dan menanyakan apakah ada "HP" yang tertinggal.
"Wait..."Kata orang tua penjaga warung yang berjenggot putih dan keturunan India, lalu dia mengambil gawai buatan China terbaru itu dan sang istripun berterima kasih.
Warung makan jujur (dok.pri)
Warung makan jujur (dok.pri)
Lokasi warungnya di jalan Penang kota Penang, berseberangan dengan kantor polisi pusatnya kota itu, mungkin itu yang membuat si penjual jujur atau memang sudah budaya mereka untuk menjaga integritas, karena Penang dan Malaysia sangat gencar menjual pariwisata mereka. 
Mulai hari ini yang di malaysia juga liburan akibat Isra Miraj sampai puncaknya tanggal 21 April nanti di Penang ada festival kuliner mulai jam 5 sore sampai jam 11 malam. Semua warga diharapkan "liburan diet" dahulu atau istilah kerennya "Cheating day" satu minggu penuh, wah asik tuh.
Tetapi sepertinya sudah budaya di Penang untuk jujur, karena di negara ini yang berdasarkan Islam, namun semua masyarakat saling menghormati dan tahu batasan masing-masing karena ketatnya hukum ditegakkan, yang berani memaksakan diri kabarnya langsung ditindak.
Turis bule, bermuka oriental-pun berani naik bus umum yang harga tiketnya lebih masuk akal daripada naik taksi. Malah kalau mau taksi mereka lebih suka naik yang aplikasi, karena harganya pasti tidak pakai "nego-nego".
Mengapa kami liburan ke Penang, "week end" ini, sebenarnya karena istri dapat tawaran tiket murah saja tahun lalu saat lagi "tax amnesty", jadi dibeli saja dahulu, untuk berlima. Padahal kita belum tahu juga apa yang bisa dilihat di Penang. Berarti maskapai tertentu pun sudah bekerja sama dengan birokrasi wisatanya untuk menggenjot program mereka.

Keamanan, kemudahan dan kejujuran masyarakat adalah jualan terbaik pariwisata, bukan ikon atau "land mark" atau kuliner khas duluan. Kalau ini tidak diutamakan dahulu,maka alamatnya pariwisata di Indonesia akan tetap ketinggalan kereta.
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Ternyata Ada Juga yang Merayakan Lebaran di Hutan Bambu Arashiyama, Kyoto

Ternyata Ada Juga yang Merayakan Lebaran di Hutan Bambu Arashiyama, Kyoto
Umat Muslim berlebaran di hutan bambu Kyoto (dok.pri.)

Tanggal 14 Juni 2018, sesuai informasi Kompasianer Sigit, saya dan keluarga menyempatkan diri ke pantai Odaiba, Tokyo, tempat wisata alam dan diramu dengan wisata wahana yang menarik seperti "Aqua City" dan patung Liberty mini serta patung robot raksasa di salah satu "mall" disana.
Patung liberty mini di Odaiba, Tokyo (dok.pri.)
Patung liberty mini di Odaiba, Tokyo (dok.pri.)
patung robot di Odaiba, Tokyo (dok.pri)
patung robot di Odaiba, Tokyo (dok.pri)
Menuju Odaiba, kita harus naik Subway ke arah Ginza, lalu dari sana membeli karcis kereta khusus ke wilayah Odaiba, karena kereta ini sejenis LRT yang dikemudikan 100% komputer tanpa awak.
Seharian itu kami jalan-jalan dan menikmati suasana pantai di Odaiba lalu malamnya naik bus "patas" ke Kyoto pukul 21.00 dari stasiun Shinjuku. Perjalanan ke Kyoto selama 6-7  jam dan sampai di kota itu kira-kira sampai disana tanggal 15 Juni 2018 pukul 4 pagi. Bagi umat muslim maka hari itu adalah hari Idhul Fitri dan kebetulan di Jepang , Kyoto adalah kota yang mencanangkan "muslim Friendly" pertama kalinya.
Kami ke Hostel Hana Kyoto di dekat Kyoto Tower dan belum boleh "check in" karena waktunya pukul 15.00, tetapi enaknya disini calon tamu boleh menumpang mandi di kamar mandinya walaupun belum memegang kunci kamar.
di Kyoto Tower (dok.pri)
di Kyoto Tower (dok.pri)
Apa yang terkenal di Kyoto? Kota yang pernah menjadi ibukota Jepang sebelum pindah ke Tokyo ini memiliki sebuah istana raja Nijo Jo Castle dan sebuah hutan bambu dan hutan monyet yang terkenal di dunia. Bayangkan, hutan bambu saja jadi obyek wisata, "gitu, lho", kepikiran enggak?
Kami membeli tiket bus terusan di hostel karena jatuhnya lebih hemat. Pertama kita ke istana Nijo Jo dengan bus nomor 101, yang merupakan tempat tinggal kaisar setelah samurai klan Shogun Tokugawa menyerahkan otoritasnya ke kerajaan. 
kyoto-nijo-jo-foto-5b25ee7fbde575373f7020e3.jpg
kyoto-nijo-jo-foto-5b25ee7fbde575373f7020e3.jpg
Istana ini ramai dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara karena sejarahnya cukup panjang dan bentuk bangunannya unik. Kembali kami tidak masuk di dalam istana karena sangat ramai dan waktu kami sempit. 
Pemandangan Arashiyama (dok.pri)
Pemandangan Arashiyama (dok.pri)
Target utama kami adalah ke hutan wisata Arashiyama yang menjadi tempat wajib dikunjungi di Kyoto karena ada hutan bambu alami dan hutan monyet liar disana. Dari istana kami balik ke stasiun lagi dengan bus yang sama lalu naik bus nomor 28 ke hutan tersebut.
Tempat ini juga ada kuil Budha terkenal Ternryuji, yang menjadi warisan dunia, karena ada legenda banyak naga di wilayah kuil ini yang menjaganya.
Berlanjut kita ke hutan bambu alam di Arashiyama yang cukup luas dan terawat dengan baik, banyak kendaraan tradisional Jepang "Rickshaw", seperti kereta yang ditarik oleh orang, pengunjung dapat menyewanya kalau mau. Harganya saya tidak tanya, karena takut kalau tidak jadi si "mamang rickshaw" marah lagi.

Konon hutan bambu ini tempat yang ideal untuk foto "prewedding" dan foto bersama pasangan suami istri atau sekeluarga di Kyoto agar selalu langgeng kasih sayangnya.
Hutan bambu Arashiyama, Kyoto (dok.pri)
Hutan bambu Arashiyama, Kyoto (dok.pri)
Saat perjalanan pulang inilah saya sempat bertemu 3 muda-mudi atau suami istri berseragam biru laut berbusana muslim (baju koko dan berhijab), berwajah melayu, ikut naik ke arah hutan bambu yang rindang tersebut, padahal hari itu adalah 1 Syawal 1439 Hijriah, berarti umat muslim di Kyoto pun ikut memanfaatkan liburan akhir pekan ke hutan wisata ini, mungkin untuk bersilahturahmi dengan sanak keluarga di negara aslinya belum sempat, sementara umat muslim di Kyoto sendiri sudah bermaaf-maafan saat Sholat Ied di pagi hari, waktu itu hari menunjukkan pukul 14.30 waktu setempat.
Pulang dari Arashiyama naik bus nomor 76 ke Stasiun bus Kyoto, kami tiba di hostel pukul 16. 30 dan setelah "check-in" dan mandi langsung semua tertidur. Sempat terbangun di pukul 2 atau 3 pagi di tanggal 16 Juni menonton sepak bola piala dunia 2018 di Rusia saat Portugal menahan imbang Spanyol 3-3, dimana Christiano Ronaldo mencatatkan "hattrick".
Pukul 8 paginya lebaran kedua, saya sekeluarga ke stasiun bus Aventi mengambil bus ke Kansai Airport yang merupakan bandara apung di Jepang berdekatan dengan 3 kota, yaitu Osaka, Kyoto dan Nara. Bandara ini sangat canggih dan modern, bersih dan penerbangannya tepat waktu.
Pesawat kami berangkat pukul 12.40 di Kansai Airport dan tiba di KLIA 2 (Kuala Lumpur International Airport 2) yang khusus untuk maskapai Air Asia, di pukul 19.30 malam, barulah suasana lebaran terasa dengan disambut kata "Maaf Lahir dan Batin".
Maaf lahir bathin di KLIA 2 Malaysia (dok.pri.)
Maaf lahir bathin di KLIA 2 Malaysia (dok.pri.)
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Uniknya Mengemis Memakai Terjemahan dari "Smartphone" di Shibuya, Tokyo

Uniknya Mengemis Memakai Terjemahan dari "Smartphone" di Shibuya, Tokyo

Pagi , tanggal 13 Juni 2018 kemarin saya baru terbangun pukul 8 pagi,  langsung buat tulisan tentang perjalanan ke Gunung Fuji, takut kenangannya basi kalau lama-lama disimpan di otak entah bagian kanan atau kiri. Pokoknya, selesai mandi langsung "upload" foto di "facebook" dan video di "youtube", lalu mulai masuk ke kompasiana untuk meramu dua jenis dokumentasi itu sebagai anyaman kisah perjalanan yang diharapkan menarik.
Masalahnya, apa sih yang tidak menarik di Tokyo? Dan apa sih yang menarik di Tokyo yang belum dibahas oleh orang lain? Itu yang saya pikir keras selama kurang lebih 10 menit, setelah mendapat inspirasipun nantinya saya harus berpikir keras 10 menit lainnya, apa sih judul tulisan diatas ini yang membuat teman-teman sudi mampir dan jangan "melengos" saja?
dokpri
dokpri
Tetapi setelah kisah kemarin tayang di Kompasiana pukul 10.30 kurang lebih waktu Tokyo, "tour guide" pribadi saya si mamanya anak-anak mengajak berangkat ke stasiun Shinjuku Nishiguchi sekitar hostel dan memutuskan membeli tiket kereta "subway" seharian perusahaan Toei Line.
Di Jepang selain pemerintah, ada beberapa perusahaan lain yang memiliki jalur kereta api bawah tanah ini. Manfaatnya kalau mau jalan-jalan pakai tiket terusan ini jauh lebih hemat daripada yang putus-putus, karena kalau kesasar tinggal balik lagi dan bayarnya sama saja.
Perjalanan pertama kami adalah ke kuil tertua dan paling ramai dikunjungi di Tokyo, yaitu Kuil Sensoji di Asakusa, kami naik dari jalur E1 dan berhenti di E11, padahal kalau pindah kereta ke jalur A17, kita turun ke A18 yang lebih dekat, ini kami tahu saat pulangnya dengan tanya-tanya wisatawan lain. Maka ada banyak jalur peralihan yang perlu dipelajari sebelum berangkat.
Sensoji Temple (dok.pri.)
Sensoji Temple (dok.pri.)
Kuil Sensoji dibangun abad ke 6 Masehi dan sangat ramai dikunjungi oleh anak-anak sekolah serta wisatawan bule dan wajah Arab atau India. Uniknya disini banyak yang memakai kimono untuk ikut ritual tertentu.
Sejam di Kuil Sensoji, kami menuju Tokyo Tower, masuk lagi ke Asakusa Stasiun di A18 lalu turun di A09 selanjutnya pindah ke jalur E20 menuju E21. Berjalan kurang lebih 200 meter dari Stasiun Akabanebashi kita melihat taman Tokyo Tower.
Tokyo Tower (dok.pri.)
Tokyo Tower (dok.pri.)
Menara ini mirip "sutet" kita sebenarnya, tetapi ya di Tokyo jadi semacam "landmark" yang menjadi bukti kita sudah kesana harus ada foto "selfie" disini yang maunya dianggap semacam menara Eiffel di Paris. Disini ada banyak alat-alat bantu untuk olehraga, bahkan kursi tamannya pun dibuat melengkang-lengkung sesuai dengan lekukan untuk posisi yoga.
Puas bermain di taman olahraga menara Tokyo, kembali masuk ke kereta bawah tanah di jalur E21 kita menuju E24 lalu turun dan pindah ke jalur Z3 menuju ke Z1, Shibuya Stasiun yang terkenal dengan legenda anjing setianya, Hachiko.
Hachiko dan keluargaku (dok.pri.)
Hachiko dan keluargaku (dok.pri.)
Kisah Hachiko yang hidup tahun 1923-1935 menjadi pelajaran tentang kesetiaan pada anak-anak sekolah dasar di Jepang. Alkisah, anjing jantan jenis Akita Inu ini dipelihara oleh seorang Profesor bidang pertanian di Tokyo yang rumahnya dekat Stasiun Shibuya. Setiap sore si anjing selalu menyambut tuannya di stasiun kereta ini pulang kerja, namun setelah si Profesor meninggalpun Hachiko selalu menunggu di depan stasiun sore hari sampai akhirnya meninggal.
Kesetiaan anjing ini jadi melegenda dan dibuatkan patung serta ada filmnya, membuat lokasi ini menjadi tempat "janjian" paling terkenal di Jepang. Mengantri berfoto di depan monumen atau patung Hachiko lumayan panjang dan harus sabar, kalau mau nyelonong pasti ada yang menjerit emosional marah.
Shibuya cross (dok.pri.)
Shibuya cross (dok.pri.)
Berlanjut kita dapat melihat wisata unik di Tokyo yang namanya "Shibuya Cross" dimana ada 5 lampu merah dari 5 simpang jalan yang serempak berhenti mobil-mobilnya lalu ada 5 rombongan pejalan kaki dari sisi yang berlainan menyeberang serempak. Suasananya heboh dan tidak jarang wisatawan bolak-balik ikut menyeberang di jalanan ini hanya buat ambil foto dan membuat video.
Seru benaran kalau menyeberang ramai-ramai seperti ini, karena kabarnya, kalau belum ikut-ikutan berfoto atau bervideo saat di Shibuya, maka liburan ke Tokyonya seperti kurang garam.
Oh,ya. Sebelum menyeberang itulah saya sedikit "shock" ketika seorang Jepang berpakaian lusuh tetapi rapi, tidak kurus, mukanya putih tetapi agak lebih tua dari saya karena mulai ubanan memegang tangan saya dan meminta maaf "Sorry" lalu menunjukkan "smartphone"-nya yang menerjemahkan tulisan Jepang ke bahasa Inggris berbunyi demikian "Sorry, can't you give me a change for food?"
Begitu melihat tulisan itu dan dia sepertinya setengah memaksa atau memohon saya kurang tahu, kuputuskan melepaskan pegangannya dan berkata, "Sorry, excuse me.." Dan memilih pergi meninggalkannya. Pertama, karena uang receh dan besar yang memegang istri saya yang sudah jalan di depan, alasan kedua saya takut ini menjadi lebih serius dari hanya sekedar minta "recehan", bagaimana tidak, dia memakai "smartpone" untuk mengemis ke orang asing, aneh banget,kan?
Harap maklum, GDP ("Gross domestic Product") Jepang yang mencapai puncaknya tahun 2012 di 6000-an milyar dollar mengalami penurunan dibawah 5000 milyar dollar akhir-akhir ini akibat kalah bersaingnya mereka dengan industri Tiongkok dan Korea Selatan. Jadi bukan tidak mungkin banyak pengemis baru di Jepang karena kalah berkelahi dengan waktu.
Kesimpulannya sih memang Indonesia lebih asyik untuk wisata alam dan wisata kuliner, tetapi untuk wisata diluar itu ya boleh mencarinya di Tokyo, pasti banyak yang unik. Tetapi bagaimanapun juga daripada penasaran, kita harus tetap ke Jepang,kan? Sekarang bagaimana membuat seluruh Tokyo atau kota lain di dunia masyarakatnya sama penasarannya mengunjungi Indonesia? Itulah "PR" besar kita.
dari FB Kompal

Selasa, 24 Juli 2018

Misteri Saat Sepinya Kota Tokyo dan Malu-malunya Gunung Fujiyama


Misteri Saat Sepinya Kota Tokyo dan Malu-malunya Gunung Fujiyama

Perjalanan ke Jepang ini sebenarnya karena istri saya yang "subscibe" air asia.com ditawari tiket promosi Kuala Lumpur-Osaka relatif murah, yaitu 3 juta rupiah seorang bolak-balik (saat itu karena efek "tax amnesty" ringgit ada di 3000 rupiah). Masalahnya yaitu tadi, ke Kuala Lumpurnya dari Palembang yang justru mahal, karena 9 Juni dan 17 Juli adalah saatnya liburan lebaran Idhul Fitri, tiket pulang perginya malah 3 kali lipat hari biasa yaitu 750 ribu rupiah sekali jalan dan 1,5 juta rupiah bolak-balik. Diambil atau enggak?
Walaupun mitosnya pegawai negeri itu terkesan mudah cutinya, tetapi kenyataannya tidak selalu begitu, cuti saat lebaran terkadang sangat sulit, bahkan tenaga kesehatan yang mau cuti saat lebaran pernah disyaratkan harus ijin gubernur segala. Kebetulan tahun ini lebaran "pas banget" di Jumat dan Sabtu (tanggal merah di kalender 2018), sehingga pergi liburan di 9 Juni 2018 yang Sabtu dan pulang di tanggal 17 Juni 2018 hari Minggu tidak butuh hari libur tambahan, cukup waktu cuti bersama.
Perdebatan kedua dengan istri adalah cukupkah kami "ngider" di Osaka tanggal 12 Juni sampai 15 Juni ataukah juga "menyerbu" Tokyo yang merupakan salah satu kota terpadat di dunia? Mamanya anak-anak berpendapat cukuplah sampai disini, yang penting sudah ke Jepang, lain kali dapat menunggu tiket murah lagi ke Tokyo tetapi saya berpendapat mungkin inilah pertama dan terakhir saya ke Jepang buat liburan sekeluarga dan karenanya harus ke Tokyo sekarang atau tidak pernah sama sekali.

Akhirnya, setelah membandingkan harga pesawat Osaka-Tokyo, kereta cepat Shinkansen dan bus, maka lebih murah naik bus yang kurang lebih 6 jam sampai di Tokyo. Bus berangkat pukul 21.oo waktu Osaka dan sampai pukul 05.30 keesokan harinya ,12 Juni 2018 di Tokyo, stasiun bus Shinjuku.

Ternyata Tokyo di pukul 06.00 pagi sangatlah sepi, tidak tampak banyak pegawai berjas dan berdasi atau blazer hitam di jalanan, mungkin semua masih tidur, bahkan tuna wismanyapun masih tidur.
tunawisma di Tokyo (dok.pri)
tunawisma di Tokyo (dok.pri)
Tokyo sebagai kota yang disiplin memberi contoh yang baik, bahwa kota itu adalah "no smoking area", hanya beberapa tempat yang disediakan untuk "smoking area". Bandingkan di negara kita yang pengumumannya banyak "no smoking", berarti daerah selain itu adalah "smoking area".
smoking area yang sempit (dok.pri)
smoking area yang sempit (dok.pri)
Mencari hostel pakai GPS (dok. Pri. )
Mencari hostel pakai GPS (dok. Pri. )
Bagaimana cara kami dari stasiun bus ke hostel? Beruntungnya ada GPS ("global positioning system") dari "mbah Google" yang mengantar kami ke hostel yang ada di lorong-lorong kota, dekat gedung Scientology Tokyo bernama Empire Inn Shinjuku dengan harga dua kamar 2,1 juta semalam, ini karena harus kamar mandi di dalam, saya takut kalau toilet diluar anak-anak yang masih kecil nanti diganggu orang sana.

(dok. Pri. )
(dok. Pri. )
Pukul 9.00 pagi sesudah beres-beres di hostel kami ke stasiun bus lagi menuju Gunung Fujiyama, barulah parade gerak jalan massal ala pekerja Tokyo terlihat di depan mata dengan irama cepat dan mantapnya, tak-tuk-tak-tuk.....
.

Tiket bus dapat dibeli otomatis dengan mesin dan perjalanan ke Gunung itu kurang lebih 3 jam, tetapi baru ke terminalnya, namun kalau mau mendapat "spot" foto terbaik ke gunung yang dianggap suci oleh penduduk Jepang itu harus naik bus "redline" lagi di perhentian 22.
Puncak malu malu (dok. pri. )
Puncak malu malu (dok. pri. )
Sayangnya awal kami sampai pukul 13.00 di "spot" terbaik dan teramai itu, puncak gunung Fujiyama sedang ditutupi awan tebal dan masih malu-malu kucing memperlihatkan diri. Mungkin karena di Jepang saat ini sering sekali hujan dan gunung itupun sering tertutup awan dari uap air yang timbul. Baru di pukul 13.30 puncaknya terlihat sebentar sekitar 10 menit dan kami terpaksa foto ulang lagi. Berfoto berlima itu sulit banget saudara-saudara....
Puncak nongol (dok. pri. )
Puncak nongol (dok. pri. )
Gunung Fujiyama sekilas mirip gunung merapi, karena sama-sama gunung,kok. Tingginya 3776 meter dari permukaan laut dan memiliki salju abadi di atasnya. Gunung ini dikelilingi lima danau yaitu  KawaguchiYamanakaSaiMotosu dan Shoji.
Danau Kawaguchi (dok. pri. )
Danau Kawaguchi (dok. pri. )
Kebetulan danau Kawaguchi dapat didatangi dengan berjalan kaki dari stasiun bus di Stasiun Kawaguchi. Kamipun berfoto disana buat kenang-kenangan.

Konon, Jepang memang sekarang sedang menggalakkan pariwisatanya karena secara produk sedang tergilas dengan produksi Tiongkok, makanya mereka banyak memberikan diskon dan "tax free" buat pelancong barang-barang dagangan di "mall-mall" mereka.
Steker di hostel made in china (dok. pri. )
Steker di hostel made in china (dok. pri. )
Demikianlah perjalanan keluarga kami berakhir pukul 18.00 di Tokyo, selanjutnya mandi dan tidur, karena capeknya bukan main.
(dok.pri)
(dok.pri)
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Kisah Lima Wong Palembang Menyerbu Istana Osaka dan Maling yang Tertangkap Kamera di Dotonburi


Kisah Lima Wong Palembang Menyerbu Istana Osaka dan Maling yang Tertangkap Kamera di Dotonburi
Kisah ini belum pernah tercatat sejarah, karena memang baru kejadian kemarin 11 Juni 2018, ketika kami berlima sekeluarga dengan gagah berani menyerbu Istana Osaka tanpa perlawanan, tanpa bayar dan tanpa malu-malu. Kenapa? Karena kami terpaksa membayar visa ke Jepang karena paspornya tidak yang elektronik, sebab paspor jenis itu tidak dapat dibuat di kantor imigrasi Palembang. Makanya ke istana ini harus dengan semangat 45 supaya kelihatan perjuangannya oleh teman-teman semua.

Penyerbuan sebenarnya istana Osaka yang terkenal adalah saat Shogun Tokugawa Ieyasu mengepung istana ini yang dikuasai oleh Toyotomi Hideyoshi tahun 1614-1615, sebagai satu-satunya penguasa di Jepang yang berani melawannya. Istana ini dihancurkan, lalu dibangun kembali tahun 1629 dan kemudian kembali rusak saat perang perebutan kekuasaan kaisar-kaisar berikutnya maupun perang dunia kedua dan mulai direnovasi sebagai cagar budaya warisan dunia tahun 1995-1997.

Pada jaman kekaisaran Tokugawa inilah benteng atau Istana Osaka ini dibuat sangat sulit ditembus karena dilindungi oleh 2 lapis tembok yang tinggi dan dua lingkaran parit yang luas seperti terlihat pada maketnya di atas.
Konon samurai terkenal Miyamoto Mushasi terlibat dalam perang di Istana Osaka tahun 1614-1615 di pihak Toyotomi Hideyosi, namun walaupun kalah, dia diampuni oleh Shogun Tokugawa dan tetap melanjutkan petualangannya sampai jadi pertapa dan meninggal dunia di tahun 1645.
Selesai menjelajahi istana bagian luar (karena kalau masuk harus bayar dan waktu terbatas), saya dan anak-anak ikutan saja mamanya ke pusat perbelanjaan di Osaka yang terkenal namanya Dotonburi naik kereta "subway", sebab kalau naik taksi di Jepang dengan jumlah penumpang 5, bisa dipastikan uang koyak minimal 1 juta rupiah sekali jalan.
Pusat belanja Dotonburi (do.pri)
Pusat belanja Dotonburi (do.pri)
Tempat ini banyak barang berkualitas dengan harga yang bersaing, sehingga konon banyak pembeli dari Indonesia senang berbelanja disini untuk dipakai sendiri, oleh-oleh ataupun dijual lagi. Jangan tanya apa yang dibeli mamanya anak-anak disini, karena itu rahasia dan biarlah tetap menjadi misteri bagi kita semua.
Konon makanan yang ada cumi-cuminya bernama takoyaki asalnya dari daerah sini dan kamipun mencobanya di salah satu restoran disini dan memang berbeda nian cita rasanya dengan yang dibuat di bagian kota Osaka yang lain.

Lalu apakah benar saya berhasil menangkap kamera adanya maling di Dotonburi ini? Atau hanya mencari sensasi judul supaya tulisan ini ramai dikunjungi? Jawabannya benar dua-duanya, saya menangkap di "handycam" ada "The Maling" dan saya juga sebenarnya ingin teman-teman tertarik dengan wisata ke Osaka yang konon kabarnya banyak penerbangan promo dari Jakarta dengan berbagai maskapai "budget" asalkan jangan pesan tiket di "high season" dan waktunya mepet.
Sebenarnya di Osaka ada beberapa tempat wisata lain seperti Universal Studio dan Akuarium mirip "Sea World" di Ancol, tetapi kami tidak berwisata ke tempat yang berkarcis mahal sementara di tempat lain di dunia sudah ada yang sejenis dan sudah kami kunjungi.
Demikianlah oleh-oleh capeknya di Osaka, besok lanjut lagi ke Tokyo. Ditunggu,ya...
dari FB Kompal
dari FB Kompal

Ada Hujan di Bulan Juni di Osaka

Ada Hujan di Bulan Juni di Osaka

Sehari saja kami di Malaysia karena memang hanya transit saja sebelum berangkat ke Jepang, kota Osaka. Kami menginap di sebuah "homestay" di daerah Cyberjaya dekat KLIA 2 (Kuala Lumpur International Airport 2), harganya semalam sekitar 380 ribu rupiah, tetapi lumayan karena si pemilik tidak mempermasalhkan kami tinggal berlima. Kalau hotel, maka kami harus menyewa 2 kamar.

Pesawat Air Asia dari Kuala Lumpur ke Osaka memang berangkat pukul 8 pagi waktu Malaysia, tetapi mengantisipasi kepadatan mudik lebaran dan pemeriksaan imigrasi yang biasanya agak "njlimet" kami memutuskan ke bandara pukul 4 pagi dengan memesan mobil sewa aplikasi "online".
Mudik ke Indonesia mulai dilakoni pekerja Indonesia atau warga Malaysia yang masih ada kampung di Indonesia, terlihat dengan penuhnya "Counter Check in"  menuju kota-kota di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Dan biasanya pesawat Air Asia pagi hari harga tiketnya relatif murah. Ciri khas yang lain adalah banyaknya bawaan di troli para calon penumpang, seolah oleh-oleh buat orang sekampung.

Bandara Kansai Osaka (Dok. Pri.)
Bandara Kansai Osaka (Dok. Pri.)
Pesawat berangkat agak telat di pukul 8.30 waktu Malaysia, lalu pesawat yang memuat penumpang krang lebih 500-an orang itupun tiba di Osaka 6 jam kemudian, perjalanan 3 kali mengalami goncangan agak keras, karena situasi awan tebal sepanjang penerbangan apa yang terjadi? Ternyata wilayah kepulauan Jepang tidak seperti di Indonesia yang masih kemarau, cuacanya sering hujan dan warga kotanya membawa payung kemana-mana.
Pokemon Store (dok. Pri)
Pokemon Store (dok. Pri)
Sempat berfoto di gerai toko Pokemon dan "game" Nintendo, membeli kartu perdana Jepang supaya dapat mengaktifkan "wifi", akhirnya kami memutuskan langsung ke hotel di pukul 18 malam, naik bus Limousine. Hotel Hearton dipilih istri saya karena dekat dengan stasiun bus dan banyak lokasi wisata di sekitarnya. Sepanjang jalan terlihat genangan air dan tetesan hujan rintik-rintik masih mengenai kaca mobil menandakan baru saja terjadi hujan deras di kota ini.
Teringat puisi "Hujan di Bulan Juni" yang indah itu, ternyata di Osaka, biasa saja tuh hujan di bulan Juni. Sampai di Stasiun Bus Osaka sekitar pukul 20 waktu setempat, kami kebingungan mencari hotel yang dimaksud, untunglah penduduk sekitar sangat ramah dan menunjukkan tempatnya dengan sangat sopan, pakai bahasa Inggris lagi. Terima kasih, bu..
di luar Bandara Osaka (dokpri)
di luar Bandara Osaka (dokpri)
Karena kecapean, semalam kami memutuskan istirahat dahulu, besok pagi baru jalan-jalan ke tempat wisatanya. Tunggu kelanjutannya, ya.......
dari FB Kompal
dari FB Kompal